KEPALA Satpol PP DKI Harianto Badjoeri membantah tudingan petugasnya melakukan penyerangan terlebih dahulu dalam kerusuhan yang terjadi di makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara pada Rabu (14/4).
"Kami tidak mungkin melempari lebih dulu karena tidak dipersenjatai dengan batu. Batu yang kami lempar adalah batu yang dilempar warga sebelumnya," kata Badjoeri di Jakarta, Jumat.
Meskipun demikian, Badjoeri tidak menyangkal jika dinamika di lapangan kemudian menimbulkan saling serang antara petugas Satpol PP dengan warga
Dalam melaksanakan tugas, Badjoeri mengatakan Satpol PP sulit menghindari terjadinya kekerasan untuk melaksanakan tugas mereka untuk menegakkan perda dan menertibkan pelanggaran.
Banyak warga yang melakukan perlawanan ketika akan ditertibkan sehingga petugas Satpol PP terpaksa menggunakan kekerasan dalam penertiban itu.
"Jika diserang secara fisik, kami harus bertahan dan melawan balik supaya target penertiban berhasil dicapai. Saat itulah terjadi kekerasan dan kami yang selalu dipersalahkan. Jika warga menurut dan tidak melawan, kami juga tidak akan melakukan kekerasan," kata Badjoeri.
Sosialisasi menurut dia selalu dilakukan sebelum penertiban namun masyarakat seringkali menolak peringatan penertiban itu dan tetap melawan jika penertiban dilakukan Satpol PP.
Termasuk dalam kasus kerusuhan di makam Mbah Priok yang menewaskan tiga petugas Satpol PP dan melukai sedikitnya 100 orang lainnya, Badjoeri menyangkal keras jika pihaknya tidak melakukan sosialisasi.
Bahkan, pendekatan telah dilakukan sejak empat tahun yang lalu namun para ahli waris dan warga pengikutnya menolak penjelasan yang dilakukan termasuk menolak bukti bahwa lahan tersebut adalah milik PT Pelindo II.
"Saya sudah bertemu dengan tokoh-tokoh FBR, FPI, para habib Jakarta Utara, dan perwakilan ahli waris sejak 2006. Kami sudah memberitahu, makam tidak akan digusur tetapi malah dipugar. Hanya akses jalan akan diubah supaya kesterilan terminal peti kemas Koja dapat dijaga," katanya.
Dalam kesempatan wawancara di kantornya itu, Badjoeri bersedia untuk mengungkapkan kembali kronologis kejadian di Koja, Rabu lalu.
Sebanyak 2.000 anggota Satpol PP melakukan apel pagi pada Rabu (14/4) pukul 05.00 di mana Badjoeri mengaku pihaknya mendapat informasi dari intelijen Kodim Jakarta Utara bahwa situasi di sekitar makam Mbah Priok kondusif sehingga penertiban dapat dilakukan.
Namun ternyata di lokasi, masyarakat yang berjaga di sana mendapatkan provokasi bahwa Satpol PP akan menggusur makam sehingga masyarakat kemudian melakukan perlawanan yang mementahkan hasil negosiasi sebelumnya.
Ketika petugas Satpol PP sampai di Jalan Dobo, banyak warga langsung menyerang mereka dengan batu, botol, bom molotov, dan air keras.
Pasukan Satpol PP menurut Badjoeri mengambil posisi bertahan dan perlahan merangsek maju namun sesampainya di depan gerbang, mereka disambut dengan ayunan pedang, clurit, dan berbagai senjata tajam lainnya.
Sebanyak 29 anggota Satpol PP terluka, hingga bentrokan berhenti sementara pada pukul 10.00.
Namun hingga pukul 11.30 itu tidak ada perintah dari Balaikota DKI untuk menghentikan penertiban sehingga Satpol PP kembali maju ke pintu gerbang pada pukul 11.30 sampai 12.30 dan bentrokan kembali terjadi, korban juga berjatuhan.
Sekitar pukul 12.30 ada perintah penarikan pasukan dari Balaikota DKI tetapi tidak dapat langsung dilakukan karena sinyal telepon dan radio HT diacak.
Setelah semua pasukan Satpol PP berhasil ditarik dari pintu gerbang, Badjoeri menyebut ada massa dalam jumlah besar datang dari arah Jalan Jampea.
"Kami ingin mundur tetapi pasukan kami terlanjur terkepung oleh massa. Akhirnya kami menjebol pagar dan tembok TPK Koja dan mengevakuasi diri melalui laut. Akan tetapi ada pasukan yang tertinggal dan disiksa warga sampai tewas tiga orang," kata Badjoeri.
Ia meminta agar polisi mengusut tuntas kasus pembunuhan yang menimpa anggotanya yang dilakukan dengan cara keji menggunakan senjata tajam.
Selain korban jiwa, Satpol PP juga kehilangan 24 unit truk, 43 unit mobil Panther, 14 unit mobil KIA, 2 unit mobil komando, 2 unit mobil kijang, satu unit motor, 575 unit pakaian pengendalian massa dan tameng, serta dua unit HT.
Mengenai tuntutan pemecatan dirinya, Badjoeri mengaku bahwa ia akan berlapang dada jika tindakannya dianggap salah.
"Semua saya serahkan pada Gubernur," katanya.
Sedangkan untuk tuntutan pembubaran Satpol PP, Badjoeri menyarankan agar pemerintah pusat merevisi UU 32/2004 mengenai pemerintah daerah karena keberadaan Satpol PP dilindungi undang-undang untuk menciptakan ketertiban di daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar